Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2011

Baucau

Gambar
Oleh Goenawan Mohamad Goenawan Mohamad Di sebuah sudut di pesisir Baucau yang sepi, sebuah gedung dari masa Portugis tinggal berdiri, kumuh dan mubazir. Konstruksi dengan tembok tebal gaya Mediterania itu beberapa tahun yang lalu dijadikan pabrik penggilingan beras. Tak jauh dari sana, agak di ketinggian, di antara pohon nyiur dan asam-ranji, berdiri sebuah bangunan seng bercat merah, bekas sebuah gudang Dolog. Di sekitarnya gubuk-gubuk. "Di sini dulu ada koperasi unit desa para nelayan," kata seorang perempuan setengah baya dalam bahasa Indonesia, sambil membelakangi laut damai dengan biru yang memukau itu, "tapi sekarang ditutup, karena perang." Ada sisa Portugis, ada sisa Indonesia, dan ada penghentian total dan kesia-siaan. Perang, bagi orang Timor Loro Sa'e, tampaknya adalah kata untuk menggambarkan apa saja yang menghancurkan kehidupan mereka. Termasuk bumi hangus dan pembunuhan oleh milisi yang digerakkan, atau setidaknya dilindun

Sajak-sajak Diah Hadaning

Gambar
Diah Hadaning Dari Sebuah Pintu Di Maubara kaukah itu yang mengetuk pintu wahai damai yang bawa selampai selagi malam-malam sepi mati karena gadis-gadisnya lari sembunyi dan tifa tergolek di halaman (Yogya, 1976 ) Sebuah Kerinduan tentang Dili adalah setiap titik nira di daun lalang titiknya airmata seribu duka rindunya tapak-tapak kaki menari lagi di sepanjang lorong-lorong kota Dili (Yogya, 1976) Alianca dari Ermera Alianca, Alianca ilalang hijau muda nafas meruang dan mewaktu saat-saat gelar juang memberi makna kemerdekaan bumi LORO SAE ditinggalkan purnama gadis muda membaringkan mimpi yang diusung dari sungai kering peradaban di antara derap kaki tak beraturan di sela tulang rusukmu zaman ada simpan pedang, Alianca (Bogor, 2000) -buat Jenuvem Eurito dan mitra muda di manapun berada Diah Hadaning Sumber: http://www.facebook.com/notes/diah-hadaning/puisi-puisi-tentang-bumi-lo

Catatan Perjalanan di Bumi Lorosae (2)

Dear Joko dan Riri, Maaf, aku baru sekarang menjawab surat kalian, meskipun beberapa kali aku  mendengar pesan kalian lewat mailbox di handphoneku. Riri, surat yang kamu titipkan pada seorang teman juga sudah aku baca. Terima kasih, ya. Aduh, kamu baik bener ngirimi aku makanan dan rokok. Memang sudah satu bulan ya, aku tak pernah berkabar pada kalian. Kalian jangan khawatir begitu, dong. Ada-ada saja kalian ini. Percayalah, aku baik-baik saja. Dibunuh milisi? Ah, jangan berpikir yang aneh-aneh. Dalam perjalanan ke luar kota, kadang-kadang aku juga melihat milisi. Pernah aku menduga-duga jangan-jangan milisi itu bukan manusia, tapi robot. Eh, ternyata mereka manusia seperti kita juga. Cuma tindakan brutal yang mereka lakukan itu yang seperti robot. Mereka bisa membunuh orang lain, seperti kita membunuh nyamuk. Kata Neves, mereka mau bergabung menjadi anggota milisi karena dipaksa. Dipaksa? Ya, mereka memang tak punya plihan. Mereka tak punya kuasa untuk melawan. Ketika Neves cerita