Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

East Timor: Abe Bareto Soares's Poetry for Nation Building

Gambar
  Abe Bareto Soares In the previous post of this series, while celebrating the 10th anniversary of the referendum in East Timor, we presented the way in which the international community stood up in support of the freedom of the Timorese people. In this piece we interview Timorese writer Abe Barreto Soares in order to disseminate Timorese Nationalism seen through the Eyes of its Poets , the essay that he has recently published [tet, pt] . As a blogger since 2007, Abe (or his cyber-pseudonym, Jenuvem Eurito, as he was called by his friends in his youth) shares his words and thoughts in four languages often analysing literary work relevant for the self determination of his country. Moreover, Abe discusses thoroughly the construction of a national conscience after the fight for independence. Taking advantage of the benefits of blogs to foster global connections and distance conversations in original ways, he describes his blogs as “sweet words, caring words,

Pratiwi: Catatan Perjalanan di Bumi Lorosae (1)

Dear Joko dan Riri, Diak kalae? Dalam bahasa Tetun, bahasa nasional rakyat Timor Timur, diak kalae artinya apa kabar. Kabarku di Dili baik-baik saja. Aku doyan banget masakan khas Timor Timur, seperti batar fai. Kalian pasti bertanya, masakan apa itu. Ah, ternyata makan jagung tumbuk yang dimasak dengan kangkung dan aidila funan (bunga pepaya) itu enak sekali. Apalagi kalau dicampur dengan ai-manas. Kalian pasti bingung ya mendengar nama-nama yang aneh di telinga kita. Ai-manas itu sambal. Tapi jangan kalian bayangkan seperti sambal yang biasa kita buat di Jawa. Sambal itu pedas sekali. Hmm … meskipun pedas sekali tapi menambah selera makan kita. Di surat mendatang, aku akan mengirim resep bagaimana membuat ai-manas itu. Kalian jangan panik selama aku berada di Timor Timur. Di sini aku merasa betah meskipun kadang-kadang ngeri juga. Syukurlah ak u berhasil menemui tiga teman lama. Mereka bernama Manuel, Jose dan Neves. Mereka baik-baik dan selalu menemani ke mana

Timor Timur : Tragedi Sisa-sisa Perang Dingin

Gambar
Pramoedya Ananta Toer Oleh Pramoedya Ananta Toer Pada 4 September 1999 Sekjen PBB Kofi Anam mengumumkan hasil referendum di Timor Timur: 79% penduduk yang berhak memilih menghendaki merdeka lepas dari Indonesia, 21% mau tetap menjadi bagian Indonesia dengan iming-iming status otonomi luas. Mendadak sontak Jakarta geger, terkejut seperti disengat listrik berketegangan tinggi, elit politik para pendukung rejim Orde Baru "jilid II" di bawah pimpinan Presiden B.J. Habibie mulai saling salah-menyalahkan.   Para politici sekarang ramai mengunyah-ngunyah ulang nasi yang sudah menjadi bubur. Ada yang bilang seyogianya Presiden B.J. Habibie tidak membuka kesempatan menyelenggarakan referendum - bukankah Timor Timur atas kemauan rakyatnya sendiri sudah menjadi bagian integral Indonesia selama 20 tahun lebih? Begitulah kritik yang ramai kedengaran terhadap kebijakan politik B.J. Habibie, pemegang hak waris Orde Baru yang dian