Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2011

Kita Sudah Terlalu Lama Menderita, Sajak Saut Situmorang

Gambar
Saut Situmorang KITA SUDAH TERLALU LAMA MENDERITA (get up stand up, stand up for your right get up stand up, life is your right Bob Marley) baru tadi aku lihat lagi kekejaman mereka. kota hangus tinggal arang arang hitam raksasa tercekik asap beracun berbau mayat berbau mesiu. orang orang yang ketakutan bergerombol bagai hewan hewan korban yang akan dipotong dan mata mereka memelas minta tolong. siapa yang akan menolong? tentara tentara itu ketawa waktu tahu kamera akan mengabadikan wajah mereka. dan wajah mereka begitu akrab begitu biasa karena sudah terlalu lama kita mengenalnya. hei, saudara! begitulah kalian orang Indonesia rupanya, ya! membunuh sambil ketawa, malah sengaja untuk kamera!!! kota hangus dalam kabut asap memberangus dan suara ribuan kaki telanjang terhapus oleh senyum seorang jendral besar. "Timor Timur aman." "Timor Timur baik-baik saja." "Kan ada jam malam!" kita sudah terlalu lama mende

Seandainya Kita di Dili, Sajak Saut Situmorang

Gambar
Saut Situmorang SEANDAINYA KITA DI DILI "jangan tembak, pak! jangan tembak! saya ini orang Indonesia! lihat! KTP saya KTP Jakarta!!!" "wah, tenan, lho. sialan. ya, sudah. hayo sembunyi sana di Koramil. kok wong Indonesia ada di jalanan. pengen mati, ya! diancuk!" 15 september 1999 Sumber http://www.reocities.com/paris/parc/2713/sasit3.html  

Sajak Max Lane

Gambar
Max Lane Sajak Kuburan Santa Cruz Debu batu kerikil jalan menggores-gores tubuh  Darah mencat asfal jalan, keluar dari lobang dibuka peluru Wajah perih, mata nangis, otak marah, jiwa merana Jiwa menyatakan merdeka, asing buat mental tentara. Kuburan terima korban hidup hari itu di Santa Cruz yang tenang Kaos hanya pengantar keberanian bertekad: “Kita akan menang!” Wajah bicara sakit mendalam, tubuh dan jiwa, keliling semua negeri, Ratusan nyawa dan keberanian tak terhingga membeli waktu di TV. Gerilyawan kencing sendirian di hutan dipeluk sunyi Bisikan kamerad samar-samar satu-satunya bunyi Estafeta tiba berkabar bunyi lain: kaki di asfal jalan internasional semakin aksi Darah Santa Cruz tidak sia-sia, keberanian wajah bertekad, buat kemenangan menjadi saksi. Sajak Max Lane Sumber http://maxlaneonline.com/tag/timor-leste/

Kekerasan Militer Terhadap Timor Timur

Gambar
Oleh Asep Samboja Asep Samboja Tiga belas cerita pendek (cerpen) yang terdapat dalam buku Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma (1994) semuanya bercerita tentang kekerasan yang terjadi di Timor Timur (Timtim) ketika negeri itu masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketika buku ini terbit pertama kali, tidak ada kata yang menyebutkan langsung bahwa cerita-cerita tersebut berisi kekerasan militer di Timtim—yang setelah merdeka menjadi Timor Leste—kecuali catatan kaki pada cerpen “Misteri Kota Ningi (atawa The Invisible Christmas)”. Catatan kaki tersebut merujuk pada tulisan George Junus Aditjondro (1993), “Prospek Pembangunan Timor Timur Sesudah Penangkapan Xanana Gusmao” dalam majalah Hayam Wuruk, hasil wawancara majalah Jakarta Jakarta dengan Gubernur Timtim Mario Viegas Carascalao (1992), dan buku Roh Orang Tetum di Timor Timur karya David Hicks (1985). Selain itu, kata “Ningi” merupakan plesetan khas Yogyakarta yang berarti “Dili”,

Sajak-sajak Hersri Setiawan

Gambar
Berbaringlah Engkau, Saudaraku -Kepada para korban di Timor Timur Hersri Setiawam Berbaringlah engkau, Saudaraku berbaringlah, matamu tak lagi mengerdip lidahmu tak lagi bergetar. Tapi hatimu, Saudaraku tetap jernih bersuara. Tidak, Saudara tak ada yang lumpuh padamu, tidak semangatmu tidak cita-citamu! Tidak, Saudara tak ada yang mati padamu tidak jiwamu tidak kemerdekaanmu! Berbaringlah engkau, saudaraku berbaringlah Ceritakan semua pada sesamamu, ceritakan semua pada tanahmu, yang kau peluk dan memelukmu. Ceritakan pada arwah para suci kita orang-orang tak kuasa tapi masih bisa melihat dan mendengar suara kebenaran Berbaringlah engkau, Saudaraku berbaringlah! Sajak Hersri Setiawan Kockegen, September 1999 Sumber http://www.mail-archive.com/siarlist@minipostgresql.org/msg02014.html  Museum siksa           balide comarca* prolog: ada sepotong jalan di dili. ibuk

Sajak-sajak Diah Hadaning

Gambar
 - buat J. Eurito dan para mitra muda di Timor Leste Diah Hadaning   SURAT DARI TANAH BARAT peradaban tombakkan dera di antara gelap gulita, Alianca manakala dajjal muncul  tanpa sapa raungkan getar jahanam tanah air selalu sisakan kasih di antara pengkhianatan bagi orang - orang tersisih jangan lupa petik lily putih dari ladang sukma di dataran Ermera buat bersaksi pada sang Bunda Jl. Raya Bogor Km 30, 2000 LELAKI MUDA DAN BENDERA senja kering matahari merah buram ada kenangan lama jadi sekam tentang ayah - ibu, kota dilli bunyi tamtam dan bendera senja kian temaram langit bertuba terdengar gemuruh suara dalam dada peluru, derap sepatu, lengkingan mana gerimis mana hujan ? senja begini kering gerimis tiba - tiba menetes pelan tapi warna air merah darah bendera membasah warna putih jadi merah lelaki muda mendekap dada benderaku, itu nyawa ayah suaranya parau penuhi udara senja Jl. Raya Bogor Km 30, 2011 Sumber http://w

Sajak-sajak F. Rahardi

Gambar
F. Rahardi Timor Timur Seorang gadis Portugis menangis air matanya tumpah di jalanan debu menggumpal batu pecah, retak-retak dan berdarah Seorang wartawan Australia tertawa kameranya batuk-batuk, meludah dan pingsan di halaman gereja Seorang tentara Indonesia masukangin lalu mencret dan muntah-muntah bedil-bedil yang dipeluknya menggigil, pusing dan ikut memuntahkan pelurunya Dan seorang perjaka Timor Timur termenung dia bingung memikirkan rambutnya yang keriting dia sedih melihat kulitnya yang hitam dia sangat sedih dan bingung tapi sulit menangis dia pusing tapi tak berani meludah, tak berani batuk, mencret atau muntah-muntah. Jakarta, 1987 Timor Timur Part II Timor Timur tidak selalu harus peluru tidak selalu harus darah head line koran dan warta berita TIVI bekas koloni Portugal itu juga bisa berarti kayu cendana kopi arabika dan batu akik Cendana Timor Timur itu harum kayunya bisa diukir-ukir jadi patung digergaji jadi kip

Belajar Dari Timor Timur, Sajak Sobron Aidit

Gambar
Sobron Aidit Belajar Dari Timor Timur Kenapa tak dari dulu kenapa tak dari dulu setelah nyaris habis aus kering-kerontang terperas ludas kini campakkan jauh-jauh agar bersih dari sejarah? Padahal kenaikan pangkat puluhan jenderal penuh berlumuran darah penuh berlumuran rupiah. Sejak tiga windu puluhan ribu kau ciptakan para janda dan yatim-piatu kau gelapkan gundukan kuburan seolah tak ada apa-apa yang dulu mereka pernah hidup di Jakarta dan di tanah-tanah yang masih sentosa. Kaukatakan pelurusan sejarah padahal semata penggelapan kelabu dan penghitaman. Korban-korban dari banyak pihak saksi bisu yang bisa bersaksi yang dari dulu menuntut hak tapi kini kau campakkan yang dulu kau rebut walaupun tak bisa-bisa walaupun dengan darah dan jiwa. Kenapa tak dari dulu kenapa tak dari dulu Timor Timur dalam peta kecil bagaikan biji semangka atau sebutir beras basmati dunia telah banyak belajar darinya dan kau keok dihajarnya oleh orang-oran

Keadilan Bagi Timor Leste Prasyarat Demokrasi Indonesia

Gambar
Oleh Hilmar Farid  Hilmar Farid MANTAN menteri luar negeri (Menlu) Ali Alatas pernah mengatakan, masalah Timor Leste itu seperti kerikil dalam sepatu. Awalnya saya sangka ini sikap congkak seorang pejabat yang mau menganggap remeh masalah yang serius. Tapi belakangan saya berpikir, pernyataan itu bisa diartikan lain. Kita tahu kerikil betapa pun kecilnya tetap saja mengganggu dan kalau dipakai berjalan selama 24 tahun, pasti akan menimbulkan masalah juga. Boleh jadi ini pesan Alatas kepada dunia bahwa masalah Timor Leste ini walau ‘kecil’, tapi mengganggu dan harus secepatnya diselesaikan. Ia tahu persis bahwa pendudukan Indonesia yang membawa banyak korban itu mengganjal langkah Indonesia dalam pergaulan internasional, termasuk pencalonan dirinya sebagai sekretaris jenderal (Sekjen) PBB. Kerikil itu pada akhirnya harus dikeluarkan dari sepatu. Dan kesempatan itu datang sesudah Soeharto mundur dari jabatannya, yang memperlihatkan b