Mari Alkatiri (Lagi)

 Oleh Kristio Wahyono*

Terpilihnya kembali Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri sebagai Sekjen Partai Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Leste atau Fretilin dalam kongres 17-19 Mei 2005, tidak banyak menarik perhatian publik.Pada tahun 1999, ketika dia kembali ke Timor Timur dari pengasingan juga tidak ada yang peduli. Bahkan, saat jadi calon kuat Perdana Menteri pun, fokus utama bukan ditujukan pada dirinya, tapi menggebu-gebu pada tokoh karismatik Kay Rala Xanana Gusmao.

Memang, masih terlalu dini untuk memperhitungkan Mari Alkatiri dan partai mayoritas di pemerintahannya, dengan kemungkinan pergantian pemerintahan tahun depan, apalagi masih menjadi pertanyaan besar apakah Fretilin nantinya mampu memenangkan pemilu.

Namun, apabila jawabannya adalah ya, maka jawaban perdana menteri di bawah kendali Alkatiri untuk periode kedua, terlebih lagi apabila Xanana tahun depan tidak bersedia lagi dipilih, jelas akan membawah pengaruh yang signifikan bagi negara-negara yang sangat berkepentingan dengan negara termiskin di Asia berpenduduk 924.000 itu.

Kecerdikan Alkatiri

Tokoh Muslim keturunan Arab Yemen kelahiran 1949 itu tetap low profile karena sadar bahwa dia tidak memiliki karisma seperti Kay Rala Xanana Gusmao. Namun, ketekunan, kecermatan, dan kecerdikan berpolitiknya sepertinya belum ada lawannya di negara mayoritas penduduk beragama Katolik itu. Baginya, yang terpenting adalah partainya menguasai parlemen, sekaligus mengendalikan pemerintahan.

Ketidakcocokan dengan Xanana tidak pernah terbaca jelas oleh dunia luar. Ketika di hutan, Xanana meninggalkan Fretilin 1987 dengan membentuk Dewan Nasional Perlawanan (CNRT) sebagai payung perjuangan. Fretilin yang kuat dan besar, harus ikut dalam payung kecil tersebut karena Fretilin menyadari bahwa CNRT tidak ada artinya tanpa Fretilin. Tetapi, ketika terdapat perbedaan prinsip dengan Xanana-CNRT, Alkatiri-Fretilin mundur dari Dewan tersebut pada Agustus 2000, tanpa harus berseteru dengan Xanana.

Pembusukan CNRT yang dilakukan Fretilin ternyata juga diikuti dengan dukungan penuh Alkatiri-Fretilin terhadap Xanana sebagai calon Presiden Timor Leste. Saat itu tidak semua orang mengetahui bahwa Timor Leste mendatang akan menjadikan presiden sebagai jabatan simbolis seremonial dalam sistem pemerintahan parlementer.

Kemudian, saat penyusunan keanggotaan semacam DPP Fretilin pada 1988 itu mendudukkan Alkatiri sebagai Wakil Koordinator I dan Lu Olo sebagai Koordinator Utama, jabatan Sekjen dalam Kongres Fretilin berhasil diraih Alkatiri dengan cara yang elegan, tanpa harus mengorbangkan atasannya. Demikian pula dalam kongres partai minggu lalu, kekalahan Lu Olo justru menjadikan hubungan kedua tokoh Fretilin itu tetap erat.

Bahkan, ketika pendiri Fretilin 1974, Francisco Amaral, marah dan keluar dari Fretilin tahun 1977, Amaral tetap dihormati sebagai kakak, teman, dan "presiden" pertama negeri itu.

Hitungan Bulan

Kondisi Timor Leste sejak merdeka 20 Mei empat tahun lalu, tidak ada perubahan berarti. Perekonomian tetap stagnan, investasi nyaris nol, angka pengangguran terus membubung, migas di Celah Timor masih berupa janji, itupun dengan mengorbangkan kedaulatan teriitorial. Stabilitas teritorial keamanan masih peka. Berbagai langkah kebijakan, seperti larangan pelajaran agama di sekolah, ternyata berbuntu demo besar dan serentak di 13 distrik. Terakhir adalah kerusuhan Dili, 28 April, yang banyak menimbulkan korban jiwa dan perusakan sarana umum, menyusul pemecatan 591 tentara Timor Leste, yang kemudian di susul kekacauan berdarah di Dili pekan lalu memaksa Pemerintah Timor Leste mengundang tentara Australia untuk mengamankan negeri itu.

Empat tahun usia kemerdekaan negeri itu sudah cukup buat Alkatiri untuk belajar dari pengalaman dalam mengelola kebijakan yang pas dengan kepentingan rakyat. Namun, rakyat pun terus belajar dan terus bertanya apa hasil konkret empat-lima tahun negara di bawah pemerintahan Fretilin-Alkatiri. Tema kampanye pemilu dengan menggunakan euforia kemerdekaan sudah tak laku. Mendukung Xanana sebagai Presiden sudah tidak mungkin lagi dilakukan karena Xanana kemungkinan besar akan lengser.

Tantangan yang dihadapi Alkatiri akan semakin berat manakala satu-dua partai yang didominasi anak-anak muda dan dahulu dianggap angin lalu, kini semakin banyak memperoleh simpati karena programnya yang pro rakyat. Partai lain, meskipun diarak oleh tokoh-tokoh tua, termasuk "pahlawan kesiangan", juga tidak dapat dianggap sepele. Hiruk-pikuk politik di Timor Leste akan mengemuka dalam hitungan bulan.

Kepentingan

Upaya dari luar untuk mendukung pemisahan, sekaligus kemerdekaan Timor Timur yang dilakukan saat Indonesia melakukan reformasi 1998, memang membuahkan hasil. Akan tetapi, bagi negara-negara tertentu, mendukung kemerdekaan Timor Timur  sepertinya bukan free lucnh.

Negara-negara itu sangat berkepentingan dengan miliaran dollar dari penggelaran belasan ribu personel PBB, sipil, tentara, polisi, kontraktor, penasihat, dan lembaga swadaya masyarakat. Eforia kemerdekaan telah menutup mata rakyat Timor Timur. Upaya "menjaga jarak" dengan Indonesia dimulai dari penghapusan sistem hukum Indonesia, penghilangan bahasa Indonesia, penuntutan terhadap pelanggaran berat HAM, sampai ke penanganan eks "milisi" menjadi agenda utama.

Konstitusi, perundang-undangan, dan kebijakan mengarah ke sana. Tak dapat diingkari Xanana adalah simbol kemerdekaan dan tokoh pemersatu. Tetapi, lebih tepat Alkatiri yang menentukan kebijakan strategis. Penanganan sumber daya Timor Leste setelah merdeka, terkait dengan dukungan terhadap kemerdekaan negeri Loro Sae itu.

Dengan kata lain, kepentingan terhadap kalah menangnya Mari Alkatiri kini dan pada pemilu tahun depan, bukan hanya kepentingan negara dan rakyat Timor Leste saja.


Penulis adalah mantan Kepala Kantor Perwakilan RI Dili 2000-2003

Sumber: Kompas, Selasa, 30 Mei 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsipius Doutrina Sosial Igreja No Prinsipius Filozofikus -Ideolojikus Fretelin

Medisina Sosial iha Timor-Leste

East Timor Revisited: Ford, Kissinger and the Indonesian Invasion, 1975-1976